PEMANFAATAN LIMBAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang
dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan
jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Laju pengurangan
sampah lebih kecil dari pada laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan
sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota.
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut
akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi
penduduk kota apalagi daerah di sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung
dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai
penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan
dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh
terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang
ke sungai.
Selain penumpukan di tempat pembuangan sementra (TPS),
sampah pun akan semakin meningkat jumlah nya di tempat pembuangan akhir (TPA).
Dengan semakin bertumpuknya sampah di TPA-TPA, akan lebih berpeluang
menimbulkan bencana dan permasalahan baru.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pemanfaatan limbah
organik?
2.
Bagaimana pemanfaatan limbah
anorganik?
3.
Apa keuntungan dari pemanfaatan
limbah organik dan anorganik?
1.3.Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui cara memanfaatkan limbah
organik .
2.
Mengetahui cara memanfaatkan limbah
anorganik.
3.
Mengetahui keuntungan dari
pemanfaatan limbah organik dan anorganik.
1.4.Manfaat Penelitian
1.
Memotivasi masyarakat agar dapat
mengurangi limbah dengan cara pemanfaatan.
2.
Mengenalkan pengaruh baik karena
pemanfaatan limbah.
3.
Meningkatkan minat masyarakat
terhadap pemanfaatan limbah.
1.5. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, penulis
menggunakan metode pengumpulan data dari sumber internet dan dengan menggunakan
pengetahuan penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemanfaatan Limbah Organik
Salah satu pemanfaatan limbah
organik adalah dengan cara dibuat pupuk kompos. Pupuk kompos
adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan. Pupuk kompos
sangat baik untuk menambah unsur hara tanah sehingga dapat menambah kesuburan
tanah, dapat memperbaiki struktur tanah menjadi gembur, mempertinggi kemampuan
menahan air dalam tanah, memperbaiki drainase dan tata ruang udara tanah, dan
mempertinggi daya ikat tanah terhadap unsur hara tanaman sehingga memberikan
kesuburan pada tanaman.
Dalam pembuatan kompos terdapat beberapa macam cara, seperti berikut ini.
1.
Pembuatan kompos secara alami
Cara ini dilakukan dengan menimbun sampah tumbuhan secara bertahap ke dalam
lubang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter, kemudian dilapisi dengan kotoran hewan
serta ditaburi sedikit abu dan kapur. Kemudian di atasnya tambah lagi lapisan
sampah tumbuhan lalu ditutup lagi dengan kotoran hewan dan seterusnya sehingga
menjadi rata dengan tanah. Timbunan sampah tersebut harus lembab tetapi tidak
boleh terlalu basah dalam jangka waktu tiga bulan. Apabila tumpukan sampah
tersebut telah menyusut hingga sepersepuluh dari ukuran semula, maka sampah
tersebut telah menjadi pupuk kompos.
2. Pembuatan kompos dengan menggunakan bantuan mikroba
Pembuatan kompos cara ini dengan menggunakan mikroba menguntungkan dengan cara
memfermentasikan sampah organik seperti kotoran hewan/manusia, jerami, sekam
padi, dedak halus, rumput-rumputan, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan lain
sebagainya.
Bahan baku
pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti
kotoran hewan, sampah hijauan, sampah
kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pengomposan.
Asal
|
Bahan
|
1.
Pertanian
|
|
Limbah dan
Residu Tanaman
|
Jerami dan
sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman,
batang pisang dan sabut kelapa
|
Limbah
& Residu Ternak
|
Kotoran
padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
|
Tanaman
air
|
Azola,
ganggang biru, enceng gondok, gulma air
|
2.
Industri
|
|
Limbah
padat
|
Serbuk
gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
pengalengan makanan dan pemotongan hewan
|
Limbah
cair
|
Alkohol,
limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
|
3. Limbah
Rumah Tangga
|
|
Sampah
|
Tinja, urin,
sampah rumah tangga dan sampah kota
|
Bahan-bahan
yang Dapat Dikomposkan
Pada
dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah
organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik
kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang
sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses
Pengomposan
Proses
pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik
(tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik.
Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut
proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses
pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik
(asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel
organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok
Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr
kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri;
Aktinomicetes; Kapang
|
109
- 109; 105 108; 104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104
- 105
|
Makroflora
|
Jamur
tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing
tanah, rayap, semut, kutu,dll
|
Proses
pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang
memengaruhi proses Pengomposan
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber
energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30
s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya,
masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika
bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian
kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman,
1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa nitrogen.
Ukuran
Partikel Aktivitas
mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih
luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi
yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan
kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban
(Moisture content) Kelembaban
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan
akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari
60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba
akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak
sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu
yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih
gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang
lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri.
Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan
Hara Kandungan P dan K juga penting
dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari
peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan
Bahan Berbahaya Beberapa
bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan
yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Lama
pengomposan Lama waktu
pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel
Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
Kondisi
|
Konsisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d
40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 –
62 % berat
|
Konsentrasi
oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran
partikel
|
1 inchi
|
Bervariasi
|
Bulk
Density
|
1000
lbs/cu yd
|
1000
lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66Oc
|
54 -60oC
|
Strategi
Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan
dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk
mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh
pada proses pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba
bahan
organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi
Kondisi Pengomposan
Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya
teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin
Menggunakan
Aktivator Pengomposan
Strategi
yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat
proses pengomposan.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil
penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan
mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi
limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi
pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang
dikembangkan oleh BPBPI tidak memerlukan
tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos
perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses
pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2
minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk
bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi
Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi
proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua
strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan
menambahkan aktivator pengomposan.
3. Kompos
Bahan Organik dan Kotoran Hewan
Pengomposan
dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type
Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas
aerasi), menjaga kelembaban, suhu serta membalik bahan secara praktis.
Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3
m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan
bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator (
exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green
Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan
organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan
pengomposan
1. Pemilahan Sampah
2. Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan
sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
3. Penyusunan Tumpukan
Desain
penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang
x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
Pada
tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi
mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang
panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan,
meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air,
serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
Secara manual perlu tidaknya
penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam
tumpukan.
6. Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30 – 40
hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat
itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada
tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk
memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses
pemilahan di awal proses.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
2.2. Pemanfaatan Limbah Anorganik
Limbah anorganik adalah limbah yang
berasal bukan dari makhluk hidup. Limbah anorganik memerlukan waktu yang lama
atau bahkan tidak dapat terdegradasi secara alami. Daur ulang merupakan upaya
untuk mengolah barang atau benda yang sudah tidak dipakai agar dapat dipakai
kembali.
1. Limbah plastik
Upaya
yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah plastik untuk didaur ulang
menjadi barang yang sama fungsinya dengan fungsi semula maupun digunakan untuk
fungsi yang berbeda.
2. Limbah logam
2. Limbah logam
Sampah dari bahan kaleng biasanya yang paling banyak kita
temukan dan yang paling mudah kita manfaatkan menjadi barang lain yang
bermanfaat. Sampah dari bahan kaleng dapat dijadikan berbagai jenis barang
kerajinan yang bermanfaat. Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari limbah
kaleng di antaranya tempat sampah, vas bunga, gantungan kunci, celengan, gift
box, dll.
3. Limbah Gelas atau Kaca
3. Limbah Gelas atau Kaca
Limbah gelas atau kaca yang sudah pecah dapat didaur ulang
menjadi barang-barang sama seperti barang semula atau menjadi barang
lainseperti botol yang baru, vas bunga, cindera mata, atau hiasan-hiasan
lainnya yang mempunyai nilai artistik dan ekonomis.
4. Limbah kertas
4. Limbah kertas
Sampah kertas kelihatannya memang mudah hancur dan tidak
berbahaya seperti sampah plastik. Namun walau bagaimanapun yang namanya sampah
pasti menimbulkan masalah jika berserakan begitu saja. Sampah dari kertas dapat
didaur ulang baik secara langsung ataupun tak langsung. Secara langsung artinya
kertas tersebut langsung dibuat kerajinan atau barang yang berguna lainnya.
Sedangkan secara tak langsung artinya kertas tersebut dapat dilebur terlebih
dahulu menjadi kertas bubur, kemudian dibuat berbagai kerajinan.
2.3. Keuntungan dari
pemanfaatan limbah
Manfaat
Kompos
Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur
hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang
dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman
yang dipupuk dengan pupuk kimia.
Kompos memiliki
banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek
Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen
di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi
tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di
antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan
kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan
transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat
kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi
serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos
bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan
bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari
pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea),
menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan
yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia
polyantha Wight) pada media
tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan
sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik
tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media
tanam dengan pH yang rendah sehingga
penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik
tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mempengaruhi serapan hara oleh tanah, walau
tanah dalam keadaan masam.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpuan
Limbah terbagi menjadi dua yaitu, limbah organik dan
limbah anorganik. Limbah itu bisa dimanfaatkan kembali menjadi barang yang
memiliki nilai guna. Selain itu, pengolahan limbah akan mengurangi kerusakan
bumi dan dapat mensejahterakan kehidupan.
Pengelolaan
limbah pun sangat mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Pengelolaan
limbah juga tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.
3.2.
Kritik
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
3.2.
Saran
............................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Komentar
Posting Komentar