HEWAN DAN TUMBUHAN TRANSGENIK
Pengetahuan awal yang
diperlukan oleh siswa agar dapat mempelajari pokok bahasan ini dengan lebih
baik adalah konsep dasar teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan
kloning gen dan pengetahuan tentang vektor kloning, khususnya untuk eukariot
tingkat tinggi seperti yang diberikan pada Bab XI, juga sangat membantu
pemahaman materi bahasan pada bab ini.
Pemanfaatan Organisme Transgenik dan Produk yang
Dihasilkannya
Teknologi DNA rekombinan
atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang
kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut
berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik
(OHMG),
1.
Pertanian
Aplikasi teknologi
DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan dimungkinkannya
transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium
tumefaciens. Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman
transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan,
misalnya perlambatan kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit
tertentu.
Sementara itu,
tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia
adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang peternakan
hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan,
misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan
dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada
anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis
pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping
itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine
somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine
atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak
transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning
domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
Pada dasarnya
rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan
pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya
penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi
pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh
melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping
itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan
sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak
positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil
rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih
tinggi.
1.
Aspek agama
Penggunaan gen yang
berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan
menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam.
Demikian pula,
penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak
boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial
(hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi
kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai
moral kemanusiaan universal.
Demikian juga,
xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem
cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai
bentuk pelanggaran terhadap norma agama.
2.
Aspek etika dan estetika
Penggunaan bakteri E
coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya
dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi
sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E
coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga
pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.
3. Aspek ekonomi
Penggunaan
tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih
tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan
kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami.
Begitu
juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds
transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari
kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng
konvensional.
Di
bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat
memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak
sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan
tepung tulang.
4. Aspek kesehatan
1.
Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan
terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan
pangan.
Sebagai
contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah
berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang
membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional.
Beberapa
organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan
kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang
Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di
dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang
resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen,
yang tinggi.
2.
Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO
pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru,
baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain.
Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat
berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae.
Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan
spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat
mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak
dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita
penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
5. Aspek lingkungan
1.
Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau
transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah
ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah
hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya
tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung
Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan
ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut.
2.
Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat
transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun
ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah
mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera
tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada
tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan
tekstur tanah di areal pertanamannya.
3.
Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik
dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak
tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa
atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor
lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan
gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
Tanaman transgenik
dapat menghasilkan protease inhibitor di dalam sari bunga sehingga lebah
madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari bunga. Hal ini akan mengakibatkan
gangguan ekosistem lebah madu di samping juga terjadi gangguan terhadap madu
yang diproduksi.
4.
Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada
mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang
memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah
terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
5.
Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di
alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang
telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini
mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih
disukai oleh serangga.
Sebagai contoh,
penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan
mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin
banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan
perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang
menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan
herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan
sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.
Komentar
Posting Komentar